Laman

Senin, 22 September 2014

Buginese Webfont

Selama beberapa hari saya mengembangkan web-font khusus untuk script lontara' Bugis (Buginese). Ini betul-betul proses trial and error mengingat slot Unicode untuk script lontara' bugis berada dalam rentang yang sangat terbatas Unicode range 1A00—1A1F). Akhirnya typeface buginese yang kebetulan diberi nama "Sawitto Campotype" :) lahir dalam bentuk generik dengan menggunakan codepage gado-gado. Sebagian menggunakan codepage yang mengandung Latin, dan sisanya tetap menggunakan range Unicode asli untuk Script Buginese. Di satu sisi, keuntungannya adalah tidak dibutuhkan sama sekali "Custom Keyboard" meskipun itu juga bisa dilakukan (Jujur, ini malah rencana awalnya ;) ). Semua penugasan glyph dibebankan kepada kode fitur OpenType, termasuk yang paling banyak digunakan adalah ligatur. Pada sisi lain, meski sebenarnya microsoft telah lama memasukkan Buginese ke dalam sistem bahasanya (language system)dengan kode bahasa atau "BUGI" serta varian script "MK" (Makassar), "BUG" (Bugis) dan "MD" "Mandar", ternyata itu tidak serta-merta mudah diterapkan.

Selain Unicode, Typeface "Sawitto" ini juga mengacu pada usulan Saudara Michael Everson (ISO/IEC JTC1/SC2/WG2 N2633R) yang telah sejak awal sangat peduli pada pengembangan dan pelestarian aksara lokal. Di dalam usulan tersebut muncul karakter atau simbol-simbol dan tanda baca baru mendampingi diacritic asli yang sudah ada sebelumnya. Namun hemat saya, yang paling signifikan pengaruhnya ada tiga karakter yaitu pertama tanda VIRAMA (penampakannya seperti 'dotaccent' di dalam latin), untuk mewakili bunyi "mati" yang dalam praktek juga bisa mengubah konsonan "KA" menjadi "K". Kedua tanda ANUSVARA (penampakan mirip 'breve' didalam latin namun memiliki sudut lancip ditengah) atau bunyi sengau (konsonan nasal) seperti pada "NGA" berubah menjadi "NG". dan Ketiga, GLOTAL (penampakan seperti "circumflex" pada latin) yang akan bekerja pada karakter yang berbunyi hamzah (arab), misalnya a menjadi a' dan KA menjadi k'. Ketiga karakter ini akan ditempatkan secara relatif pada sudut kanan atas pada setiap karakter yang diikutinya.

Di dalam typeface Sawitto, khusus tanda VIRAMA dilakukan modifikasi bentuk desain dari penampakan mirip dotaccent menjadi mirip tanda kutip tunggal dalam ukuran lebih kecil. Ini dilakukan karena akan menimbulkan ambiguitas dengan diacritic "i" pada saat penggabungan dalam kata. Sebagaimana diketahui, diacritic "i" akan ditempatkan di kiri atas pada karakter yang diikutinya. Ini akan menimbulkan kesalahbacaan ketika karakter yang mengandung "i" didahului virama (dengan bentuk titik juga) di dalam rangkaian kata.

Hal yang sama sekali baru di dalam "sawitto" adalah visualisasi ligatur khususnya pada banyak kata-kata bugis yang mengandung double consonant. Untuk efisiensi, daripada menuliskan "KA-KA" atau KK, "RA-RA" atau RR, "SA-SA" atau SS, "LA-LA" atau LL dsb, maka dipertimbangkan mengubahnya dalam satu simbol sederhana, dalam hal ini kebalikan diacritic "E" dan ditempatkan di bawah karakter yang diikutinya.

Dengan berbagai tambahan dan modifikasi di atas, Sawitto Campotype bahkan bisa digunakan untuk menulis kata-kata di dalam bahasa Indonesia sekalipun. Namun intinya adalah regenerasi pengguna bahasa bugis yang memerlukan ketersediaan alat seperti Sawitto untuk memudahkan pembacaan aksara bugis terutama kepada pengguna yang sama sekali baru atau tidak mengenal bahasa bugis sebelumnya.



aini adlhv bhs ainvdonesia, sEkrGv anvd dptv mEmvbcN dlmv akvsr aekvsotisv ainiz
bNkv dianvtr kit yGv sudhv lup atau sm sEkli tidkv thu deGnv akvsr bugisvz
mri kit sm-sm bEljrv dnv sliGv mEGisi pEGEthuanv, aunvtukv kEjyaxnv bGvs bugisvz
Z
Ini adalah bahasa Indonesia. Sekarang anda dapat membacanya dalam aksara eksotis ini.
Banyak diantara kita yang sudah lupa atau sama sekali tidak tahu dengan aksara bugis.
Mari kita sama-sama belajar dengan saling mengisi pengetahuan, untuk kejayaan bangsa Bugis.
Saat ini belum tersedia typeface untuk desktop (masih uji coba/ penyempurnaan). Untuk uji coba fontweb ini, silahkan download CSS FILE ini dan copy ke dalam halaman web anda.

Kemudian link ke stylesheet dengan menambahkan ke HTML anda (biasanya di atas head):

<link charset='utf-8' href='https://dl.dropboxusercontent.com/u/38264583/stylesheet.css' rel='stylesheet' type='text/css'/>

CSS FILE adalah @FONT-FACE yang dirender menggunakan WEBFONT GENERATOR

Tampaknya Font ini dibaca oleh masing-masing browser dengan cara sedikit berbeda. Paling rapi dan sesuai aslinya jika dibuka melalui Firefox dan Safari, namun kerningnya sedikit renggang dan "berubah" posisi jika dibuka oleh Google Chrome dan internet explorer.


SEKILAS CARA PENGETIKAN
Berikut contoh DOUBLE CONSONANT (ligature), VIRAMA, ANUSVARA dan GLOTAL:

mgElqo . msqEPjGv . | MagEllo. MassEmpajang.

Didalam sistem penulisan tradisional akan tertulis sebagai berikut:
mgElo . msEPjG . | MagElo. Masempajanga.

Bahasa bugis memiliki banyak kosa kata yang mengandung double konsonan. Kemungkinan besar ini adalah pengaruh bunyi "damma" di dalam bahasa Arab. Konsekwensinya, akan banyak ditemui pasangan huruf (ligature) berupa double consonant di dalam bahasa bugis. Penulisan ligature double konsonan di keyboard ditugaskan kepada tombol "q". Sehingga untuk mendapatkan ligature "LLA", ketik, "lq"; "MMA akan diketik "mq" dan seterusnya. Apabila ligature double konsonan ini berubah bunyi sebagai akibat dari tambahan diacritic, misalnya "LLI", "LLU", "LLE" dan "LLO" maka cara pengetikannya adalah dengan mendahulukan tombol "q" setelah huruf, kemudian tanda diacritic yang diinginkan. Sehingga di dalam contoh kata MagEllo dan MassEmpajang, ditulis "m-gE-lq-o" dan "m-sqE-P-j-Gv" (tanpa tanda hyphen atau garis datar)

Konvensi: penulisan diacritic "e" yang posisi aslinya berada di depan huruf, di dalam typeface ini sistem penulisannya ditugaskan kepada feature ligature, sehingga pada penulisan "me" akan secara otomatis memindahkan diacritic "e" ke depan huruf yang mengikutinya. Kondisi ini berlaku secara default (apabila feature OpenType standard ligature diaktifkan) dengan pengecualian, apabila huruf yang mengandung bunyi "e" akan diikuti ligature double konsonan sebagaimana dijelaskan di atas, maka sebaiknya kembali ke cara pengetikan tradisional, yaitu mendahulukan diacritic "e", baru huruf, kemudian huruf apa saja yang mengandung double konsonan. Tujuannya untuk menghindari kesalahan mesin membaca kerning yang juga secara default telah disertakan di dalam typeface ini.

celqv pnvcev z
Tanda virama di keyboard ditugaskan kepada "v". Ditulis setelah huruf yang diikutinya. Sehingga untuk menuliskan kata Cella' Pance' di keyboard, ditulis "ce-lqv pnv-cev" (tanpa hyphen)
Sedangkan untuk mengakses Anusvara dan Glotal di keyboard, cukup ketik "f" dan "x"..... Sampel lagi?

tpikqirivki bwnqi spqo, nsbv poconv aiyv, mtEkqovnv mpqikqiriv z

5 komentar:

Anonim mengatakan...

wah makasih ada tutorial ngeganti font, saya juga lagi buat font sayangnya masih tahap coba-coba, belum di beresin.

pertanyaan mendasar saya, kenapa gak buat font komersil ngelanjutin times squer? kenapa harus ngebuat font aksara lontara? sebenernya saya binggung aja? itu kan font yang pake pasti indonesia, nah sedangkan target markentya kan pasti negara barat. Apa mungkin mereka ngebeli font yang aksara lontara, secara mereka kan gak umum, atau gak make aksara itu?

andi aw masry mengatakan...

Terima kasih atas kepeduliannya. Salut buat anda yang turut serta bergelut di dunia type design dan typography, sebuah dunia yang jauh dari "tepuk tangan". Semoga anda tetap konsisten belajar, sebagaimana yang saya lakukan. :)


Font komersil tetap saya buat. Ada beberapa yg siap diluncurkan, namun masih butuh sedikit penyempurnaan.... Aksara Lontara' Buginese ini dibuat semata-mata untuk kepentingan pendidikan dan pelestarian aksara lokal. Bukan untuk komersil.


Aksara lontara ini, setidaknya bersama aksara Jawa, Bali, Sunda dan Batak masih hidup di dalam kultur lokal dan digunakan secara terbatas pada teks tertentu di tanah air dan orang Indonesia yang bermukim di luar negeri. Sebetulnya posisi aksara lokal ini sedikit ironis dan memprihatinkan. Disatu sisi masyarakat kita masih berkomunikasi secara luas menggunakan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari, mendampingi bahasa Indonesia. Berkomunikasi menggunakan bahasa daerah memberi nuansa "persaudaraan" tersendiri bagi penggunanya.
Pada sisi lain, aksara lokal ini cenderung tidak dikenal lagi terutama di kalangan generasi muda. Bisa "dihitung jari" yang bisa membacanya. Aksara lokal di tanah air hanya menjadi penghuni rak perpustakaan dan museum. Salah satu penyebabnya adalah aksara-aksara ini memang cenderung "ketinggalan zaman" dan sulit dipahami generasi muda dalam urusan cara membacanya. Perlu sedikit inovasi dan modernisasi jika kita menginginkan aksara ini tetap hidup.


Aksara lokal adalah salah satu wujud kearifan lokal ( local genius )yang perlu dilestarikan. Contoh negara yang sukses mengembangkan aksara lokalnya adalah Cina, Jepang, India dan Thailand. Mereka berhasil memodernisasi aksara lokalnya dan mengintegrasikan ke dalam setiap aspek kehidupan sehari-hari termasuk ke dalam perangkat lunak. .... Jepang bahkan berhasil melengkapi huruf-huruf kanji tradisional Katakana dengan Hiragana yang lebih moderen dan fleksibel mengikuti perkembangan aksara latin.


Coba perhatikan sarana teknologi yang semua permukaan dan petunjuk penggunaannya tertulis dalam bahasa Cina yang sulit dimengerti. Di situ terselip nasionalisme Cina. Sebaliknya, rasanya seperti kita "dibodoh-bodohi" :) ... Bagaimana jika itu tertulis dalam aksara Jawa?


Sesungguhnya entitas aksara Jawa, Bali, Sunda, Bugis, Batak tidak ada bedanya dengan Aksara kanji Cina, Jepang, Devanagari India, dan Thai di Thailand. Hanya kita-lah yang membuatnya berbeda, karena kita meninggalkannya dan mereka tidak. :)

Anonim mengatakan...

1. Oh non komersial yang lebih ke benefit pembelajar yah. Bagus, enaknya di sebar gratis ke orang yang ngebutuhin. Pemda, atau kebutuhan penggunaan font bersejarah ini.

2. Kalo gak salah saya pernah baca di DGI sebenernya aksara kita banyak, cuman sayangnya gak sepenting mempelajari bahasa inggris, dengan huruf kapitalnya. Bisa dapet informasi, ilmu yang kepake di kehidupan sehari-hari.

Nah kalo ngebaca aksara lontara gimana? dapet apa saya kalo belajar huruf lelur itu.

3. Kalo mau si Pemerintah ngebuat translasi kitab-kitab bersejarah yang gituan buat di Indonesiain, biar lebih gampang di mengerti saya setuju.

Buginesia Travel mengatakan...

Sukses Untuk Karya" Om Masry.

Buginesia Travel mengatakan...

Sukses Untuk Karya" Om Masry