Laman

Kamis, 07 Februari 2013

Jadi "seleb" Asyik Juga ya :)

Secuil rasa bangga seketika terbersit di hati ketika Magz online Linotype, Jerman memilih saya dalam tayangan wawancara eksklusif. Linotype adalah sebuah vendor font terbesar di dunia. Masuk ke sana, bagaikan seseorang yang terjerumus ke jalur bottle neck pada saat lalu lintas kendaraan sangat sibuk. Dan saya, setidaknya menjadi desainer typeface Indonesia yang ikut meramaikan daftar type designer di Linotype. Maka, rasa itu .... oh tidak .... begitu rupanya perasaan seseorang jika baru jadi "seleb", meski kecil-kecilan. Dada membuncah, ..... mengharu biru. :) Dalle'nu.

linotype



Wawancara itu sebetulnya telah ditayangkan sejak Agustus 2012 lalu. Simak pada link berikut ini. Entri point saya adalah sebuah font callygraphy bergenre komik. Font-nya sendiri diberi nama "coomeec". Font ini diapresiasi sebagai sebagai "semacam" gaya baru dalam genre komik. Tetapi bukan itu inti dari penyebab rasa yang membuncah itu. :)

Beberapa bulan kemudian, Coomeec telah masuk ke jajaran "The most popular releases of 2012" dalam kategori best selling font linotype (No 8). Itu saja sudah cukup menjadi pertanda baik bahwa karya bangsa ini sangat dihargai di luar tanah air. 

Rasa yang sama pernah terjadi pada awal tahun 2010, ketika font saya berlabel type foundry campotype bergenre display, berhasil menembus pasar Amerika Serikat di situs vendor myfonts. Dimana salah satunya dipercaya menjadi font inti pada interface game Ridge Racer Unbounded, Namco Bandai-Finlandia. Alhamdulillah, posisi saya di Myfonts rupanya menjadi inspirasi beberapa rekan type desainer di tanah air untuk berlomba memasarkan font mereka di sana. Pertanyaan saya kemudian, mengapa harus di luar negeri?... Pasar di tanah air khan sangat besar? .... Iya, namun sayangnya di negeri ini posisi antara ability to pay masyarakat kita tidak berdiri sejajar dengan willingness to pay. Belum lagi, tenyata pembajak tidak hanya hidup di lautan, namun lebih banyak di daratan. Belum lagi, ternyata masyarakat kita belum juga beringsut jauh secara merata ke arah kuadran makmur. Indikasi sederhananya, mereka masih bangga dengan barang yang diperoleh secara gratis. Di sini, bedakan antara mau dengan bangga. Semua orang mau gratis, tetapi di Indonesia, bangga jika gratis (Ini di luar asumsi menghalalkan segala macam cara, lho). Jika dirunut ke belakang, mmmm ..... entahlah, dari manakah asal muasal tabiat warisan itu. ........ Simak saja dialog kecil ini, .... "Bro, dapat dari mana software itu", ....."Beli online US$1.400 dari internet, Bro...seminggu lalu", ..............."Ah, elu sih, kenapa gak bilang, mahal banget, .... Software itu gue cuman beli 15 rebu perak, .... keren khan!!!

 

 ***

 

Menjalani profesi sampingan sebagai desainer typeface, memiliki keunikan tersendiri. Profesi ini sangat populer di luar negeri. Sebaliknya sangat eksklusif dan cenderung tidak dikenal di tanah air. Bagi yang mengenalnya pun memandang sambil memicingkan mata sebelah :) ..... "Bukankah sudah banyak font di komputer?" kira-kira begitu pertanyaan pada umumnya.  Dan saya balik bertanya, "Jika Anda membeli komputer atau perangkat alat komunikasi, ada hurufnya nggak?, .... "Jika ada, itu berarti sesungguhnya Anda telah membeli serangkaian huruf-huruf yang telah diikut sertakan ke dalam perangkat, windows atau Mac, misalnya", ..... "Dan jangan salah, Pangsa pasar dunia, terhadap pertumbuhan produksi huruf tidak memiliki batasan, sebagaimana minyak dan gas bumi", ....... "Wow, .... koq gitu sih?", ...... "Iya, karena itu ada di dalam ranah kreatif, dan font, sebagian "kakinya" berada di dalam dunia industri telekomunikasi dan elektronik, artinya ada produk nyata. Sebuah software font. Dan hebatnya lagi, produk nyata font (font adalah huruf secara individual, dan disebut typeface jika font berada dalam sebuah keluarga bold, miring dan sebagainya) tidak pernah sekalipun "dijual" dalam bentuk fisik, melainkan lisensi penggunaannya. Kenapa?, ..... sebab anda sedang membayar royalty dari sebuah intellectual property. Jadi font hanya menjadi "enclosed material" dari sebuah Hak Kekayaan Intelektual. Sama ketika anda membeli sebuah iPhone, (yang jika dihargai secara material pembentuknya, mungkin tidak akan sampai seratus ribu) tetapi Anda harus membayar jutaan rupiah untuk seperangkat iPhone di mana di dalamnya terkandung ratusan paket Hak Kekayaan Intelektual. .... "Mmmmm, begitu ya", ...... "Ya iyalah, haha, ... coba anda perhatikan, hampir semua sisi kehidupan selalu membutuhkan font.... mulai dari dunia pendidikan, kedokteran, militer, sosial, ekonomi, ........ nama jalan hingga tarif unik di wc umum, ... di situ anda akan menemukan huruf"

3 komentar:

hasnah mengatakan...

Nice ;)

Dexsar mengatakan...

Salute kak andi Font dan infonya sangat menginspirasi.

Berdasarkan article yang kak buat nih soal pertanyaan "Bukankah sudah banyak font di komputer?" dan sering juga ditambah dengan pertanyaan "Jadi buat apa beli font lagi klo sudah ada?" saya sering mendapatkan pertanyaan itu ketika menceritakan profesi saya saat ini ke teman atau keluarga. Saya jawab mereka dengan pertanyaan juga "Seandainya tidak ada font dikomputer, apa yang terjadi? dan apa kamu gak bosan dengan font2 yang itu2 saja di komputer kamu?" singkat cerita akhirnya mereka memikirkan hal itu dan baiknya mereka akhirnya ngerti :D

Bagi saya pribadi membuat font sangat menyenangkan disamping bisa memperoleh pundi2 $ kita juga dapat membantu setiap orang yang membutuhkan sebuah font :)

Salam :)

andi aw masry mengatakan...

Pertanyaan "Jadi buat apa beli font lagi klo sudah ada?" dalam konteks kita sebagai typedesigner, itu merujuk pada pasar font. Umumnya pembuat pertanyaan seperti itu adalah mereka yang memang tidak butuh varian font selain yg default di windows atau Mac. Misalnya mahasiswa, hanya butuh Arial, Tahoma atau Times New Roman. Karena itu syarat penulisan tugas, skripsi dsb dari dosen ybs ---yang bisa jadi juga nggak ngerti industri font---.
Kita memang tidak membuat font untuk mereka. Pasar font terbesar berada di ranah industri kreatif juga seperti graphic design, motion graphic dan industri perfilman. Sebetulnya, Sangat boleh jadi para orang kreatif ini bisa membuat font sendiri (minimal custom font di ilustrator seperti dalam pembuatan logo). Tetapi industri kreatif saat ini sangat membutuhkan kepraktisan dalam deadline waktu yang terbatas. Itu sebabnya mereka lebih suka menyisihkan laba untuk membeli lisensi font ketimbang membuatnya sendiri. Sekilas, font prototype alakadarnya (sampai bisa dipakai untuk keperluan sendiri) mungkin membutuhkan waktu satu sampai tiga hari dalam membuatnya. Berbeda dengan Font yang benar-benar "matang" dan profesional, butuh waktu berbulan-bulan bahkan tahun untuk menyelesaikannya (tergantung kerumitan tentunya) :).
***
Pointnya adalah untuk mendekati pasar font, typedesigner idealnya menyediakan semua keperluan industri kreatif tersebut di atas dalam bentuk glyph-glyph baik berupa huruf maupun gambar di dalam setiap slot characterset. Nah ... karena industri kreatif selalu berkembang sesuai trend, maka typedesigner juga seharusnya tidak pernah berhenti bekerja. Memang dibutuhkan visi, misalnya di Amerika Serikat sangat banyak graphic designer freelance yang sehari-harinya membuat desain undangan membuat buku, poster, design T-shirt dsb. Mereka dibayar mahal untuk pekerjaan itu, bahkan di Belanda, (referensi teman saya) graphic designer malah dibayar jam-jaman. Keren khan? ... Ini berbeda 180 derajat dengan profesi yang sama di tanah air tercinta ini :) ---(Ini mungkin butuh pembahasan pada judul berbeda)---. ... Nah, jenis font yang terkait kartu undangan dan kartu ucapan tentu saja laku di pasaran. Contohnya font bergenre script di pasaran Eropa dan USA sangat digemari dalam satu dekade terakhir ini. Jika hanya melihat trend penjualan di Myfonts, trend font Script belum ada tanda-tanda matinya. Itu sebabnya "Mas" Alejandro Paul dan "Tante" Laura Worthington yang sangat konsisten dan tentu saja menguasai jenis font ini sudah menjadi kaya gara-gara font :D ....... Kammainjo :D